Sabtu, 29 Desember 2012

Puisi-puisi terpilih Armayanti Aras

-->
Ayah & Ibu
Ayah
Engkaulah lelaki yang tangguh
Meskipun engkau lelah dalam mencari nafkah
Engkau masih bisa tersenyum kepada anak-anakmu
Ibu
Engkaulah wanita yang tegar
Di saat kami tak menuruti perintahmu
Engkau masih menyebut nama kami di dalam doamu
 Ayah Ibu kasih sayangmu tiada tara
Ayah Ibu jasa-jasamu yang selalu membuatku menitikkan air mata
Ayah Ibu engkaulah cahaya dalam hidupku
Ayah Ibu engkaulah nafasku
BUNDA
Bunda
Kau laksana mentari di dalam hidupku
Kau menerangi setiap jalan yang ku tempuh
Meskipun kau tak sanggup melakukannya
Tapi kau selalu berusaha menjadi yang terbaik untukku, Anakmu
Bunda
Kau bagaikan embun pagi
Senyumanmu yang tak bisa kulupakan
Walau kadangkala kau menangis di dalam hatimu
Kau selalu berdoa untukku
Bunda
Pengorbananmu begitu tulus
Kasih sayangmu begitu besar
Pelukanmu begitu hangat sehingga aku terjaga dalam tidurku
Bunda
Aku mencintaimu di sepanjang hidupku

Rindu
Rasa kesepian ini membangunkanku dari tidur yang melelahkan
Apabila aku memikirkan senyumannya
Senyumanku keluar tanpa aku sadari

Aku seperti ini ketika cinta pergi dan musim yang indah datang
Menyisakan kesedihan dan kerinduan padamu
Sekali lagi aku berjalan di jalan ini
Bagaimanapun aku berusaha menjalani kehidupanku
Apabila aku merindukan cinta yang telah menyisakan luka
Air mataku mengalir tanpa aku sadari

Hari demi hari aku menjalani kehidupanku
Air mataku keluar jika mendengar namamu
Aku tidak bisa bertahan dan tersenyum seperti ini
Sekali lagi aku mencoba memanggil namamu
Rembulan Tanpa Bintang
Detik demi detik telah berlalu
Aku termenung sendiri
Di bawah keheningan malam ini
Aku melihat ada kebohongan di sana
            Masihkah ada rasamu?
            Masihkah ada hatimu?
            Masihkah ada cintamu?
            Masihkah?
Waktu telah berganti
Pergilah kasih, kejarlah asamu
Temukanlah kedamaian hatimu di sana
Seperti kedamaian malam ini
Rembulan tanpa bintang

Hanya Sebatas Pesona
Aku terpaku memandang wajahmu             
Melihat ada kedamaian di sana
Aku tersudut seketika
Merasakan indahnya gemerlap dunia ini
            Apakah dirimu bidadara?
            Apakah dirimu lelaki tangguh?
Aku seperti mencari jarum di lautan luas
Aku terpanah seolah-olah mereka tak ada
Aku bangkit kembali di saat semua terjatuh
Aku terpesona pada saat semuanya tak berarti lagi
Airmata pun mengering
Dari kelopakku yang kini terasing
Rindu ini, kemana akan bersandar
Serasa tak mampu aku menghindar
Seperti angin yang membelaiku lembut
Aku ingin terlelap dalam gelap
Hingga malam ini sepiku lenyap
Waktu disisiku terus berlalu
Dan itu tanpa dirimu
Cinta ini, kemana akan berlabuh
Berjalanku semakin jauh
Entah di mana engkau berada
Kuberserah di antara risau dan luka
Hujan Cinta
Dihujan pagi hari, aku melihatnya
Sejak lama aku ingin bertemu dengan dia
Aku bisa mendengar tetesan hujan
Aku bisa mendengar detak jantungku
Aku bisa mendengar hujan cinta berjatuhan
Ku ingin..
Kau dan aku berjalan bersama saat hujan turun
Saat itu kau bagaikan payung yang melindungiku
Dari setiap tetesan hujan yang jatuh
Aku cinta hujan……………..
Dan aku cinta kamu………….
Pria Berkacamata (Untuk Seseorang)
Seakan ragu tuk mendekati seorang pria yang duduk disana
Di bawah naungan pohon cemara
Melalui angin yang berhembus aroma langit berwarna kelam
Merangkai tanya siapa dia sebenarnya
Ku ingin mencairkan kebekuan itu
Menghapuskan rasa gelisah
Dan apa yang terpendam di hati yang terdalam
Dari diri seorang wanita untuk pria yang berkacamata
Dengan tatapan yang mengiris hati
Ku ingin melukiskan satu garis lekuk di wajahmu
Pria berkacamata
Struktur Fisik dan Batin Puisi “Pria Berkacamata (Untuk Seseorang)” yaitu:
1)      Struktur Fisik:
1.      Diksi
Pemilihan kata  pada puisi “Pria Berkacamata” yaitu penyair memilih kata yang mempunyai makna, bunyi, irama sehingga mampu  memberikan daya sugesti serta memberikan banyak kata dan juga urutan kata yang disusun secara cermat.

2.      Pengimajian
Pengimajian puisi “Pria Berkacamata” sebagai berikut:
Seakan ragu tuk mendekati seorang pria yang duduk disana
Di bawah naungan pohon cemara
Kita tergugah menggunakan indera mata kita melihat wujud seorang pria yang sedang duduk di bawah pohon cemara.
Melalui angin yang berhembus aroma langit berwarna kelam
Kita pun seolah-olah dapat membayangkan suasana pada saat hari mendung serta merasakan hembusan angin pada saat itu.
            Dengan tatapan yang mengiris hati         
Ku ingin melukiskan satu garis lekuk di wajahmu
Kita dapat membayangkan dan merasakan tatapan seseorang pria yang cuek dan seorang wanita yang ingin membuatnya tersenyum.
3.      Kata konkret
Kata konkret pada puisi “Pria Berkacamata” yaitu penyair hanya menggunakan kiasan agar pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair,
4.      Bahasa figuratif
Bahasa figuratif (majas) yang terdapat pada puisi “Pria Berkacamata” yaitu:
·         Hiperbola yaitu gaya bahasa yang melebih-lebihkan pernyataan. Kutipan sebagai berikut:
Dengan tatapan yang mengiris hati
·         Metafora yaitu perbandingan secara langsung sebuah benda yang satu dengan yang lain karena mempunyai kesamaan sifat, keadaan, atau perbuatan. Kutipan sebagai berikut:
Melalui angin yang berhembus aroma langit berwarna kelam

5.      Tipografi
Bentuk atau perwajahan puisi “Pria Berkacamata” yaitu ditulis dalam baris-baris (larik-larik) dan bait-bait yang tidak memenuhi halaman.
6.      Persifikasi (Rima, Ritma dan Metrum)
Di dalam puisi “Pria Berkacamata” terdapat bunyi yang disebut dengan rima dan ritma dan tidak terdapat metrum.

2)      Struktur Batin:
1.      Tema
Tema puisi “Pria Berkacamata” yaitu rasa keingintahuan seorang wanita tentang seorang pria yang berkacamata.
2.      Perasaan penyair
Perasaan penyair saat membuat puisi “Pria Berkacamata” yaitu penyair seakan-akan menerawang seperti melihat seseorang yang asing dan mencoba untuk mengenalnya.
3.      Nada dan suasana
Nada dan suasana penyair saat membuat puisi “Pria Berkacamata” yaitu penyair merasakan suasana ketenangan yang mampu menciptakan imajinasi-imajinasi yang nyata.
4.      Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi “Pria Berkacamata”  yaitu bagaimana sikap seorang wanita dalam mengenal seorang pria asing secara mendalam.

Rabu, 21 November 2012

Aliran-aliran yang terkandung dalam beberapa puisi karya diri sendiri (ARMAYANTI) berikut ini berupa:

Ø  Aliran realisme
Dapat dilihat pada  puisi “Ayah & Ibu” dan “Bunda”.
Ø  Aliran ekspresionisme
Dapat dilihat pada puisi “Seperti Mereka”, “Rindu”. “Hanya Sebatas Pesona”, “Apa itu Cinta?”, “Termenung di Ujung Senja”, “Risau”, “Panorama Desaku”, “Pelangi” dan “Rembulan tanpa bintang”
Ø  Aliran realisme sosial
Dapat dilihat pada puisi “Lentera Bangsa Mulai Meredup”

Berikut ini Puisi yang menggunakan kata Warna

Berikut ini beberapa puisi yang menggunakan kata “warna” yaitu sebagai berikut:
Puisi Chairil Anwar: SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
DENGAN MIRAT Karya Chairil Anwar

Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas

Aku dan engkau hanya menjengkau
rakit hitam

'Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran hitam?

Matamu ungu membatu

Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu




Gerilya Karya WS Rendra

Tubuh biru

Tatapan mata biru

Lelaki terguling di jalan

Angin bergantung

Terkecap pahitnya tembakau

Bendungan keluh dan bencana.

Tubuh biru

Tatapan mata biru

Lelaki terguling di jalan.

Dengan tujuh lobang pelor

Diketuk gerbang di langit

Dan menyala mentari kuda

Melepas kesumatnya:

Gadis berjalan disubuh merah

Dengan sayur-mayur di punggung

Melihatnya yang pertama.

Dan duka daun wortel.

Tubuh biru

Tatapan mata biru

Lelaki terguling di jalan.

Orang-orang kampung mengenalnya

Anak janda berambut ombak

Ditimba air bergantang-gantang

Disiram atas tubuhnya.

Tubuh biru

Tatapan mata biru

Lelaki terguling di jalan.

Leewat gardu Belanda dengan berani

Berlindung warna malam

Sendiri masuk kota

Ingin ikut ngubur ibunya.
                                 
Puisi Anak Laut karya Asrul Sani
Sekali ia pergi tiada bertopi
Ke pantai landasan matahari
Dan bermimpi tengah hari
Akan negeri di jauhan
Pair dan air seakan
bercampur awan
tiada menutup
mata dan hatinya rindu
melihat laut terbentang biru
“Sekali aku pergi
dengan perahu
ke negeri jauhan
dan menyanyi
kekasih hati
lagu merindukan
daku”
“Tenggelam matahari
Ufuk sana tiada nyata
bayang-bayang bergerak perlahan
aku kembali kepadaNya”
Sekali ia pergi tiada bertopi
Ke pantai landasan matahari
Dan bermimpi tengah hari
Akan negeri di jauhan
SAJAK MATAHARI : WS Rendra

Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.

Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !

Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.

Matahari adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !

SAJAK SUBUH
Oleh : Sapardi Djoko Damono

Waktu mereka membakar gubuknya awal subuh itu ia baru saja bermimpi tentang mata air. Mereka berteriak, “Jangan bermimpi!” dan ia terkejut tak mengerti.
Sejak di kota itu ia tak pernah sempat bermimpi. Ia ingin sekali melihat kembali warna hijau dan mata air, tetapi ketika untuk pertama kalinya. Ia bermimpi subuh itu, mereka membakar tempat tinggalnya.
“Jangan bermimpi!” gertak mereka.
Suara itu terpantul di bawah jembatan dan tebing-tebing sungai. Api menyulut udara lembar demi lembar, lalu meresap ke pori-pori kulitnya. Ia tak memahami perintah itu dan mereka memukulnya, “Jangan bermimpi! ”
Ia rubuh dan kembali bermimpi tentang mata air dan …..

Panji di Hadapanku
Karya Amir Hamzah

Kau kibarkan panji di hadapanku.
Hijau jernih diampu tongkat mutu-mutiara.
Di kananku berjalan, mengiring perlahan, ridlamu rata, dua sebaya, putih-putih, penuh melimpah, kasih persih.
Gelap-gelap kami berempat, menunggu-nunggu, mendengar-dengar suara sayang, panggilan-panjang, jauh-teratuh, melayang-layang.
Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta, memohon-mohon, moga terbuka selimut kabut, pembungkus halus nokta utama.
Jika nokta terduka-raya
Jika kabut tersingkap semua
Cahaya ridla mengilau ke dalam
Nur rindu memancar keluar

Elang Laut
Karya Asrul Sani

Ada elang laut terbang

Senja hari

Antara jingga dan merah

Surya hendak turun,

Pergi ke sarangnya.

Apakah iya tahu juga,

Bahwa panggilan cinta

Tiada ditahan kabut

Yang menguap dipagi hari?

Bunyinya menguak suram

Lambat – lambat

Mendekat, ke atas runyam

Karang putih,

Makin nyata

Sekali ini jamu dan keringat

Tiada akan punya daya

Tapi topan tiada mau

Dan menghembus ke alam luas.

Jatuh elang laut

Ke air biru, tenggelam

Dan tiada timbul lagi.

Rumahnya di gunung kelabu

Akan terus sunyi,

Satu – satu akan jatuh membangkai

Ke bumi, bayi – bayi kecil tiada

Bersuara.

Sajak Kembara karya Abdul Wahid BS

Jika pergi ke Cirebon
Pastilah lewat Losari
Jika wajah merah jambon
Pastilah tertambat puteri

Gadisku

Hidup apa kau janjikan
Hidup siapa kuberikan
Kita tak paham pada pemahaman
Kita jath cinta pada garis tangan

Pernah kau berkata
Perempuan bisa bohong sebab cinta
Tapi jadi realita
Pria bohong sebab bisa cinta

Cinta kepada ibu jadi abadi
Cinta kepada anak tak mau berbagi
Cinta kepadamu
Kenapa menyergap berkali-kali?

Kembang kamboja jatuh di rambutmu
Aku ngungun jatuh di pelukanmu
Tapi inikah jatuh yang justru bangun?

Kembara berhenti di pinggir kali
Kali kecil tanah Losari
Berkaca ia di cermin kali
Gadisku, ia berhenti tak cuma numpang mandi

Aung San Suu Kyi Karya Goenawan Muhammad

Seseorang akan bebas dan akan selalu
sehijau kemarau
Seseorang akan bebas dan sehitam asam
musim hujan
Seseorang akan bebas dan akan lari
atau letih
Dan langit akan sedikit dan bintang
beralih
Dan antara tiang tujuh bendera dan pucuk pucat
pagoda
Seseorang akan bebas dan sorga akan
tak ada
Tapi barangkali seseorang akan bebas dan memandangi
tandan yang terjulai
tandan di pohon saputangan, tandan di tebing jalan
ke Mandalay

IBU
Karya D Zawawi Imron

Ibu,
Jika aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
Hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

Bila aku merantau
Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti

Bila kasihmu ibarat samudera
Sempit lautan teduh
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

Ibu,
Jika aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Maka namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran aku tahu
Engkau ibuku dan aku anakmu

Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

Ibulah itu
Bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
Dengan sajakku